KUHP Akan Segera Dibahas DPR, Salah Satunya Tentang Penghinaan Kepada Pemerintah yang Sah

- 20 Juni 2022, 20:16 WIB
Bulan depan rencananya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disahkan.
Bulan depan rencananya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disahkan. /Twitter @AksiLangsung

Maka, hukuman bagi penghina pemerintah akan dinaikkan jika tindakan tersebut dilakukan melalui media sosial (medsos).

"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V".

Kemudian, Pasal 353 ayat 1 berbunyi, ”Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Baca Juga: Update Ranking BWF Sektor Tunggal Putri Pasca Indonesia Open 2022, Gregoria Mariska Tunjung Konsisten Turun

Kekuasaan umum atau lembaga negara dalam ketentuan itu antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, jaksa, gubernur, atau bupati/wali kota.

Mantan anggota Komisi Yudisial (KY) Taufiqqurahman Syahuri dengan tegas menyatakan, ancaman 18 bulan penjara bagi penghina DPR, polisi, jaksa, hingga gubernur/wali kota, harus dihapus.

Sebab, batasan antara kritik dan penghinaan sangat tipis. Kondisi itu seperti mengingatkan kita pada pasal karet.

Baca Juga: Update Ranking BWF Sektor Tunggal Putra Pasca Indonesia Open 2022, Vito dan Tommy Sugiarto Turun Peringkat

Pada masa Orde Baru kita mengenal Pasal subversi yang biasanya menjerat orang yang antipemerintah atau mengancam eksistensi kekuasaan. Tidak jarang aktivis yang kritis pada aturan penguasa dilibas dengan pasal itu.

Pasal karet sudah ada sejak zaman Hindia Belanda yang memuat Buku II Kejahatan Bab II tentang Kejahatan-kejahatan terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden dan merupakan adaptasi dari peraturan pemerintah Belanda yang melarang warganya mencemooh Ratu Belanda.

Halaman:

Editor: Azizurrochim

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x