MEDIA TULUNGAGUNG - Sedikit demi sedikit fakta terbaru tentang penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J diungkap ke publik.
Salah satu yang kini diungkap oleh Polri adalah sosok yang pertama kali mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Duren Tiga.
Perintah tersebut ternyata langsung dari Ferdy Sambo yang saat itu masih berkuasa Divisi Propam Polri.
Pasalnya untuk memuluskan skenario bulusnya waktu itu, Ferdy Sambo melibatkan banyak anggota Polri agar namanya bersih.
Tentu, tujuan perintah tersebut untuk melakukan pengursakan terhadap TKP agar menyulitkan proses penyelidikan.
Lantas seperti apa peran sosok anggota Polres Metro Jaksel tersebut dalam kasus pembunuhan berencana ini?
Menyadur dari PMJ News ternyata sosok yang pertama mendatangi TKP ialah anggota Polres Metro Jakarta Selatan.
Bernama Ipda Arsyad Daiva Gunawan (Ipda ADG).
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menuturkan Ipda ADG merupakan mantan Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Arsyad Daiva Gunawan, kata Dedi tidak profesional dalam menjalankan tugas di TKP pembunuhan Brigadir J.
"Dia tidak profesional di TKP," ujar Kadiv Humas Polri itu, Sabtu 17 September 2022.
Bahkan, disebutnya Ipda ADG itu adalah orang yang pertama kali datang di TKP kasus Brigadir J.
“Dia yang mendatangi TKP pertama kali itu,” ucapnya.
Meski begitu, Dedi tak menjelaskan secara gamblang bentuk ketidak profesional seperti apa yang dilakoni Ipda Arsyad Daiva Gunawan di TKP.
Diketahui saat ini, Polri tengah melakukan penanganan para tersangka pelaku obstruction of justice dalam kasus Brigadir J.
Hingga kini, telah ditetapkan 5 tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Mirisnya lagi, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi pun harus terseret dalam malapetaka Jumat berdarah itu.
Dimana, pengaruh jabatan eks Kadiv Propam Polri itu terbukti memperlancar skenario awal dalam kasus Brigadir J.
Teranyar, Komnas HAM membeberkan hal yang berkaitan itu dengan pengaruh jabatan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu.
Disadur dari Teras Gorontalo, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam membeberkan dua skema besar itu adalah membuat skenario dan menghilangkan atau merusak barang bukti.
"Ini poin penting dalam upaya Komnas HAM pemantauan penyelidikan terkait obstruction of justice ada dua klaster besar pertama buat skenario kedua menghilangkan atau rusak barang bukti," kata Anam di Komnas HAM.
Lanjutnya, diduga Ferdy Sambo melancarkan skenario awal itu menggunakan pengaruh jabatan kala itu.
“Penggunaan pengaruh jabatan, dimana dalam kasus ini setiap anggota Kepolisian diperintah mengikuti skenario yang sudah dibuat," katanya.
Termasuk pembuatan dua laporan di Polres Metro Jakarta Selatan.
"Proses BAP atas dua laporan dilakukan tidak sesuai prosedur, hanya formalitas dan tinggal ditandatangani," tuturnya.
Kemudian, terkait pemeriksaan awal itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Pemeriksaan di awal kejadian terhadap Bharada E, Bripka RR, dan KM
tidak dilakukan sesuai prosedur," ujarnya.
Selanjutnya kata dia, diduga karena pengaruh jabatan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu, Polisi yang tidak memiliki kewenangan bisa masuk TKP.
“Anggota kepolisian yang tidak memiliki otoritas bisa memasuki TKP," paparnya.
Serta permintaan kepada Kepala RS Bhayangkara S. Sukanto untuk menyiapkan autopsi.
"Semua Itu masuk dalam pengaruh jabatan (Kadiv Propam Polri)," kata Anam mengahiri. ***(Tuti Massie/Teras Gorontalo)
Artikel ini pernah tayang dengan judul 'Akhirnya Terungkap Sosok Pertama Mendatangi TKP Brigadir J, Ferdy Sambo Pakai Jabatan Muluskan Skenario Bulus'.