Kapan Hari Santri Nasional Diperingati? Berikut Sejarah Singkat hingga Sosok Kyai Hasyim Asy'ari

18 Oktober 2022, 13:12 WIB
Sejarah Hari Santri Nasional, Sehingga Diperingati Setiap Tanggal 22 Oktober /

MEDIA TULUNGAGUNG - Kapan Hari Santri Nasional Diperingati? Simak berikut penjelasan hingga sejarah singkatnya

Hari Santri Nasional ditetapkan pemerintah pada tanggal 22 Oktober.

Hari Santri Nasional diperingati sebagai peringatan atas perjuangan kaum santri dalam mengusir penjajah hingga mempertahankan kemerdekaan.

Baca Juga: Bharada E Blak-Blakan Soal Skenario Ferdy Sambo pada Brigadir J, Dirinya Tak Kuasa Tolak Perintah Atasa

Hari Santri Nasional pertama kali ditetapkan oleh pemerintah secara resmi pada tahun 2015.

Penetepan ini secara khusus langsung dari presiden Nomor 22 tahun 2015 yang ditandatangani di Mesjid Istiqlal Jakarta.

Begitu pun tahun ini, Indonesia akan kembali memperingati Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober 2021 mendatang.

Dikutip DeskJabar dari www.nu.or.id, Hari Santri Nasional merujuk pada satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh pahlawan nasional KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945.

Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober ini memiliki sejarah pada hari tersebut, yaitu Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama yang dipimpin oleh Hadratusyekh KH Hasyim Asy'ari pada tanggal 22 Oktober 1945.

Baca Juga: Bharada E Dapatkan Banyak Dukungan Saat Sidang Kasus Brigadir J, Bukti Kuat Video Putri Candrawathi Terungkap?

Resolusi Jihad ini dicetuskan sebagai upaya untuk mengorbankan semangat para pejuang mempertahankan NKRI dari Belanda yang diboyong oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration), untuk kembali datang ke Indonesia pada bulan Oktober 1945.

Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 saat itu. Resolusi Jihad yang dicetuskan Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua yang membawa sekutu.

Untuk diketahui Resolusi Jihad ini, pada 19 September 1945 banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya.

Baca Juga: Sidang Perdana Bharada E Hari ini Bakal Buat Kejutan, Ungkap Keterlibatan dalam Pembunuhan Briagdir J

Pendudukan Jepang atas Indonesia akhirnya tergoyang ketika mereka kalah perang dengan tentara sekutu.

Seketika itu pula mempertahankan kekuatan perangnya dengan melatih para pemuda Indonesia secara militer guna berperang melawan sekutu. Para pemuda dimaksud tidak lain adalah para santri.

Karena sudah mempunyai kesepakatan diplomatik dengan KH Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Ketua Jawatan Agama (Shumubu) yang diwakilkan kepada anaknya KH Abdul Wahid Hasyim, Jepang menyampaikan gagasannya itu kepada Kiai Hasyim.

Baca Juga: Tak Disangka, Ayah Lesti Kejora Terkejut Soal Alasan Anaknya Cabut Laporan Polisi, Fakta Pun Terkuak!

Setelah melalui berbagai pertimbangan, Kiai Hasyim menyetujui langkah Jepang tersebut dengan syarat para pemuda yang dilatih militer itu tidak masuk dalam barisan Jepang. Dari situlah terbentuk pasukan sebagai Laskar Hizbullah.

Laskar Hizbullah ini dibentuk pada November 1943 beberapa minggu setelah pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah Air).

Sebagai seorang kiai, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari cukup mumpuni dalam strategi perang.

Sejumlah orang memandang bahwa keputusan Kiai Hasyim merupakan simbol ketundukan kepada Jepang, padahal guru para kiai di tanah Jawa ini ingin mempersiapkan para pemuda secara militer melawan agresi penjajah ke depannya.

Baca Juga: Alasan Sesungguhnya Lesti Cabut Laporan Dibongkar, Sosok Ini Bahas Soal Dendam Hingga Jejak Digital Billar

Akhirnya Jepang menyerah kepada sekutu. Namun Indonesia menghadapi agresi Belanda II.

Di saat itulah para pemuda Indonesia melalui Laskar Hizbullah, dan lain-lain sudah siap menghadapi perang dengan tentara sekutu dengan bekal pelatihan militer ‘gratis’ oleh tentara Jepang.

KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013) mencatat, saat itu Angkatan pertama latihan Hizbullah di daerah Cibarusa, dekat Cibinong, Bogor awal tahun 1944 diikuti oleh 150 pemuda.

Meskipun pelatihan Hizbullah sangat minim sekali, namun tidak mematahkan tekad perjuangan demi kemerdekaan negara yang tidak bisa mengandalkan kekuatan politik saja.

Baca Juga: Bocoran Gaji Panwaslu Kecamatan Pada pemilu 2024, Berikut ini Prediksi Besaran Honor yang Diterima

Pertempuran mencapai puncaknya di Surabaya pada 10 November 1945 yang saat ini diresmikan menjadi Hari Pahlawan Nasional.

Momen tersebut tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Resolusi Jihad punya dampak besar di Jawa Timur. Pada hari-hari berikutnya, ia menjadi pendorong keterlibatan santri dan jamaah NU untuk ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945.

Rakyat Semarang mengadakan perlawanan yang sama ketika tentara Sekutu juga mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Besok, Sabtu 15 Oktober 2022: Aries Terintimidasi dengan Hal Ini, Taurus Menang Banyak!

Dari peperangan tersebut, lahirlah pertempuran di daerah Jatingaleh, Gombel, dan Ambarawa antara rakyat Indonesia melawan Sekutu.

Setelah pertempuran 10 November 1945 berlalu, Resolusi Jihad NU terus digelorakan.

“Tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan,” kata Kiai Hasyim Asy’ari.***

Editor: Zaris Nur Imami

Tags

Terkini

Terpopuler