MEDIA TULUNGAGUNG - Kasus kematian seorang bocah SD dari Tasikmalaya, Jawa Barat yang diduga disebabkan perundungan oleh temannya terus menjadi perhatian publik.
Pasalnya, bocah 11 tahun berinisial FH yang duduk di kelas 6 SD itu meninggal secara tidak wajar.
Ia diketahui dipaksa oleh teman-temannya bersetubuh dengan kucing dan direkam dengan sebuah video yang diunggah di media sosial.
Tidak hanya itu, bocah tersebut juga dipukuli beramai-ramai hingga menimbulkan gangguan kesehatan cukup serius.
Buntut tindakan bully dan video perundungan itu viral, FH kemudian trauma dan mengalami penurunan kondisi psikis, depresi, hingga meninggal dunia.
Sebelum meninggal dunia, korban yang merupakan warga Kecamatan Singaparna itu sempat mendapatkan perawatan intensif di RS Singaparna Medika Citrautama (SMC).
Kasus mengenaskan ini kembali memberikan coretan buruk kepada dunia pendidikan di Indonesia.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan RS SMC dr Adi Widodo, mengatakan orangtua korban membawa FH ke rumah sakit Sabtu, 16 Juli 2022 sekitar pukul 19.00 WIB lantaran sang anak mengalami demam serta tidak sadarkan diri.
"Dari keterangan orangtuanya saat membawa pasien, anaknya itu satu hari sebelum dibawa ke sini sudah tidak sadarkan diri," kata dr Adi Widodo, dikutip Tim Media Tulungagung dari Pikiran Rakyat, Sabtu, 23 Juli 2022.
Keluarga korban juga menuturkan bahwa sang anak sudah sakit selama satu minggu di rumahnya dengan kondisi demam dan lemah.
Bahkan kondisi kesehatan korban kian diperparah dengan tidak bisanya makanan dan minuman masuk ke dalam tubuh FH.
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, dari hasil diagnosa medis yang menjadi penyebab FH meninggal dunia, ditemukan adanya komplikasi tifoid yang menyerang ke otak.
Baca Juga: Cek Fakta: Ditemukan Video Istri Irjen Ferdy Sambo Dipenjara, Diamankan Aparat?
Sementara itu, suspect episode depresi atau gangguan kejiwaan yang diakibat faktor internal karena komplikasi demam atau faktor eksternal.
Diakui Adi Widodo, pihaknya belum bisa menindaklanjuti lantaran pasien belum bisa ditanya oleh spesialis kejiwaan.
Menurutnya, suatu penyakit bisa disebabkan dari gangguan kejiwaan ataupun faktor internal dan eksternal, penyakit tifoid juga bisa menyebabkan gangguan kesadaran.
Baca Juga: Update Terbaru Kasus Tewasnya Brigadir J, Polisi Dalami Kesaksian Keluarga, Begini Katanya....
Adi Widodo menegaskan tatkala gangguan mental seseorang menyerang begitu hebat, akan berujung pada kondisi kesehatan.
"Apabila terjadi gangguan kejiwaan otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh seseorang. Ditambah tidak masuknya makanan maka akan bertambah penyakit yang masuk," ujarnya.
Sementara itu, Ibu FH, TI mengaku saat ini telah mengikhlaskan kepergian anaknya yang masih sangat muda.
Baca Juga: Relawan Perlindungan Anak Ungkap Kondisi Arkana Di Tahanan Bersama Nikita Mirzani
"Kami mah sudah ikhlas pak terima takdir ini. Berharap jangan ada lagi kejadian yang sama," kata TI, ibu dari FH pada Jumat, 22 Juli 2022.
Dia sendiri mengaku sebelumnya tak terpikir bila kejadian itu bisa merenggut nyawa sang buah hati.
"Kami gak nyangka kalau anak kedua saya mau meninggal. Tapi makin hari makin parah sakitnya ngelamun kejang pak," ujar TI.
Sementara, pihak keluarga terduga pelaku dikabarkan telah mendatangi TI untuk meminta maaf.
Kasus ini belum dilaporkan ke Kepolisian Sektor Singaparna oleh orangtua FH. Namun polisi tetap turun tangan untuk memberi pendampingan pada keluarga korban.
"Belum nerima laporan maupun pengaduan tapi kami lakukan pendampingan dengan KPAID. Kita telusuri kebenaran kasusnya," kata Aipda Dwi Santosa, Kanit Reskrim Polsek Singaparna.
Selain itu, penyebab kematian FH pun disebut masih belum dapat dipastikan.
"Kalau kasus kematian korban ada, tapi kami belum pastikan apa penyebabnya. Informasi beredar memang karena bully tapi kami belum sejauh itu," ucap Dwi Santosa.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya pun akhirnya mengambil sikap untuk mengusut kasus dugaan perundungan yang mengakibatkan FH meninggal dunia.
KPAID menyatakan kasus dugaan perundungan akan mendapat penanganan ekstra, mengingat 4 terduga pelaku berada dalam usia yang sepantaran dengan bocah SD itu.
Dengan kondisi masih di bawah umur, 4 terduga pelaku disebut akan mendapat perlindungan psikis KPAID selama proses pengusutan kasus perundungan itu.
Diketahui, perlindungan ini dimaksudkan untuk 4 terduga pelaku tidak mendapat intimidasi dari pihak manapun.
Selain itu, perlindungan psikis akan bermanfaat untuk memberi terapi kepada 4 terduga pelaku.
"Para terduga pelaku ini juga masih anak-anak dan teman sebaya dari korban. Kita tetap lakukan perlindungan secara psikisnya, karena perlu pendampingan dan harus diterapi juga," kata Satgas KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Asep Nurjaeni mengungkapkan.
Di sisi lain, Kasatreskrim Polres Tasikmalaya AKP Dian Purnomo ikut memberi penjelasan tentang pengusutan kasus perundungan yang melibatkan KPAID dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), serta tokoh agama dan masyarakat sekitar.
Baca Juga: Daftar 25 Pebulu Tangkis Dunia Terkaya Sepanjang Tahun 2022, Indonesia di Urutan 11, 22, 23
Meski tak mudah, pihak kepolisian akan tetap berpegang pada pedoman amanat undang-undang yang memperhatikan kepentingan anak-anak.
"Kita menerapkan Undang-undang Sistem Perlindungan Anak. Termasuk di dalamnya ada proses diversi," kata Dian.***(Eka Alisa Putri/Pikiran Rakyat)
Artikel ini pernah tayang dengan judul 'Roundup: Bocah di Tasikmalaya Tewas Usai Dipaksa Setubuhi Kucing, Orangtua Ikhlas Hingga Pelaku Dilindungi'.