“Kedamaian selalu bisa dicapai jika Anda menyerah. Tetapi Ukraina berjuang untuk kebebasannya, untuk haknya untuk hidup, untuk hak untuk menjadi negara demokratis tanpa tunduk pada kekuasaan Rusia. Dan Ukraina siap membayar harga yang sangat tinggi, mengorbankan diri mereka untuk nilai-nilai ini. Bukan tugas kami untuk memberi tahu mereka seberapa jauh pengorbanan mereka harus dilakukan,” kata Stoltenberg.
Ketika ditanya apakah mempersenjatai Ukraina oleh Barat memicu konflik dan meningkatkan korban jiwa di Ukraina, kepala NATO itu menjawab bahwa “kami membantu mereka karena mereka memintanya.”
“Sepanjang sejarah kita telah melihat negara-negara bersedia menerima pengorbanan besar untuk kebebasan,” tambahnya.
Baca Juga: Setelah Videonya Viral Rendahkan Tukang Bakso, Megawati Tertangkap Kamera Mukbang Bakso Bersama Puan
Stolteneng juga mencatat bahwa meskipun persenjataan disediakan ke Ukraina oleh AS dan UE, tidak ada perang total antara NATO dan Rusia.
Rusia telah berulang kali memperingatkan pengiriman senjata asing ke Ukraina, dengan alasan bahwa mereka hanya akan memperpanjang pertempuran dan meningkatkan risiko konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO.
Pada bulan April, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menggambarkan konflik di Ukraina sebagai perang proxy yang dilakukan oleh aliansi militer pimpinan AS melawan Rusia.
Delegasi Rusia dan Ukraina dari berbagai tingkatan mengadakan beberapa putaran negosiasi damai tak lama setelah pecahnya pertempuran. Tetapi tidak ada pertemuan tatap muka antara kedua belah pihak sejak akhir Maret, ketika mereka bertemu di Istanbul.
Rusia pada awalnya optimis tentang hasil pembicaraan di Turki, tetapi kemudian menuduh Ukraina mundur dari kesepakatan yang telah dicapai di sana, menyatakan telah kehilangan semua kepercayaan pada negosiator Ukraina.