Baca Juga: Tanggal 23 Januari Memperingati Hari Apa? Hari Patriotik Hingga Klaim Israel Terhadap Yerusalem
5. Menyampaikan pada anak informasi yang salah
“Misalnya, laki-laki enggak boleh nangis. Siapa bilang? Bapak-bapak nangis ga? Nangis kan, berarti informasinya salah. Laki-laki nangis juga kok,” kata Syekh Ali Jaber.
Informasi seperti itu membuat anak jadi sakit jiwanya. Karena setiap dia akan mengeluarkan kesedihannya dengan menangis, dia menahannya akibat info yang salah tadi. Ini bisa menjadi beban yang merusak jiwanya.
6. Memberi ancaman pada anak
Misalnya, ayo makanannya habiskan kalau enggak makanannya diambil setan. Atau Ayo cepat tidur, kalau enggak tidur nanti ditemani hantu.
Niat kita mungkin baik supaya dia habiskan makanannya atau cepat tidur, tapi dengan penyampaian yang berisi ancaman seperti itu, akan membentuk hal yang tidak baik untuknya.
“Padahal anak kita secara psikologi jiwa dan akal, dari usia 2 hingga 7 tahun kalau dapat perhatian yang cukup, dia mampu menguasai 7 bahasa. Jadi bukan sembarangan. Tapi kenapa kita sia-siakan masa emas ini (dengan ancaman)?” kata Syekh Ali Jaber.
Baca Juga: Pemilik Bitcoin di Indonesia Terancam, Malware Pencuri Kripto Beredar Luas di Indonesia